Untuk melakukan umroh mandiri kita sebenarnya hanya membutuhkan tiga hal teknis:
- Tiket pesawat pulang pergi Saudi
- Visa masuk ke Saudi (bisa visa umroh atau turis)
- Akomodasi, transportasi, dan konsumsi selama disana
Tentu kita juga butuh niat serta doa, ilmu soal umroh, dan juga fisik yang prima dalam menjalankannya. Tapi untuk berangkat secara fisik, ya benar-benar hanya tiga itu.
Jika kita gambarkan sebagai rumah, bangunannya akan seperti ini:
Kenapa fisik penting?
Karena tawaf, sai, dan berjalan di sekitar masjidil Haram menempuh jarak sekitar 5-7 km selama satu hari. Ini belum pergi ziarah ke Gua Hira, dimana kita harus menapaki sekitar 1.200 anak tangga yang membutuhkan waktu 1-3 jam tergantung stamina masing-masing.
Umroh adalah ibadah fisik. Karena itu fisik kita harus prima.
Lalu kenapa bahasa asing penting?
Karena akan sangat jarang petugas bandara, imigrasi, atau askar Saudi yang bisa berbahasa Indonesia 🙂. Bahkan untuk askar, sangat jarang yang bisa bahasa Inggris. Rata-rata mereka menggunakan bahasa Arab amiyah (pasaran).
Faktor bahasa penting karena akan ada kasus dimana kita harus berkomunikasi dengan petugas. Contohnya:
- Seorang petugas di bandara mencegat saya dan menanyakan visa umroh
- Petugas imigrasi terkadang bertanya dimana kita menginap (tapi selama saya umroh petugas imigrasi diem-diem bae haha)
- Petugas airport akan memperingatkan jika bagasi kita overweight / ada issue lain
Jika kita sama sekali tidak bisa berbahasa Inggris, sebenarnya masih bisa diakali dengan menggunakan google translate. Tapi percayalah, komunikasi tidak akan optimal. Dan bisa-bisa urusan kita semakin tambah panjang.
Untuk urusan tiket, visa, dan ATK, kita akan membahas soal ketiganya lebih mendalam di bab-bab selanjutnya.